Saturday, December 31, 2016

PENATAAN KAWASAN DAN ETIKA BISNIS

PENATAAN KAWASAN DAN ETIKA BISNIS
Nama : Alysa Yulia Septiani
NPM : 10213752
Kelas :4EA17

PENDAHULUAN

Masalah Pedagang Kaki lima (PKL) tidak kunjung selesai di setiap daerah di Indonesia. Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus saja berlangsung tanpa ada solusi yang tepat dalam pelaksanaannya. Keberadaan PKL kerap dianggap ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota atau kita kenal dengan istilah 3K. Oleh karena itu PKL seringkali menjadi target utama kebijakan – kebijakan pemerintah kota, seperti penggusuran dan relokasi.
Hal ini merupakan masalah yang sangat kompleks karena akan menghadapi dua sisi dilematis. Pertentangan antara kepentingan hidup dan kepentingan pemerintahan akan berbenturan kuat dan menimbulkan friksi diantara keduanya. Para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang umumnya tidak memiliki keahlian khusus mengharuskan mereka bertahan dalam suatu kondisi yang memprihatinkan, dengan begitu banyak kendala yang harus di hadapi diantaranya kurangnya modal, tempat berjualan yang tidak menentu, kemudian ditambah dengan berbagai aturan seperti adanya Perda yang melarang keberadaan mereka. Melihat kondisi seperti ini, maka seharusnya semua tindakan pemerintah didasarkan atas kepentingan masyarakat atau ditujukan untuk kesejahteraan.

TEORI 

Pengertian Pedagang Kaki Lima Menurut Para Ahli
Ada beberapa pengertian dan definisi pedagang kaki lima menurut para ahli, antara lain :

a.Pedagang kaki lima iala orang-oran denga moda relati kecil/sedikit    berusaha (produksi-penjualan barang-barang/jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu dalam masyarakat. Usaha itu dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana informal (Eridian dalam Sudaryanti : 2000).


b.Pedagang  kaki  lima  ialah  pedagang golongan   ekonom lema yan berjuala kebutuha sehari-hari, makanan atau jasa relatif kecil,  modal sendiri atau modal lainbaik mempunyai tempat berdagang tetap atau tidak tetap (berpindah-pindah) di tempat-tempat yang terlarang berjualan (Fakultas Hukum UNPAR dalam  Sudaryanti : 2000).

Karafir (1977:4) mengemukakan bahwa pedagang kaki lima adalah pedagang yang berjualan di suatu tempat umum seperti tepi jalan, taman-taman, emperemper toko dan pasar-pasar tanpa atau adanya izin usaha dari pemerintah. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki lima adalah mereka yang berusaha di tempat-tempat umum tanpa atau adanya izin dari pemerintah. Bromley (Manning, 1991:228) menyatakan bahwa: 

“Pedagang kaki lima adalah suatu pekerjaan yang paling nyata dan penting dikebanyakan kota di Afrika, Asia, Timur Tengah, atau Amerika Latin. Namun meskipun penting, pedagang-pedagang kaki lima hanya sedikit saja memperoleh perhatian akademik dibandingkan dengan kelompok pekerjaaan utama lain” 

Pengertian Penggusuran Menurut Para Ahli
Penggusuran adalah pengusiran paksa baik secara langsung maupun secara tak langsung yang dilakukan pemerintah setempat terhadap penduduk yang menggunaan sumber-daya lahan untuk keperluan hunian maupun usaha.
Penggusuran terjadi di wilayah urban karena keterbatasan dan mahalnya lahan. Di wilayah rural penggusuran biasanya terjadi atas nama pembangunan proyek prasarana besar seperti misalnya bendungan.
Di kota besar, penggurusan kampung miskin menyebabkan rusaknya jaringan sosial pertetanggaan dan keluarga, merusak kestabilan kehidupan keseharian seperti bekerja dan bersekolah serta melenyapkan aset hunian. Penggusuran adalah pelanggaran hak tinggal dan hak memiliki penghidupan. Dialog dan negosiasi dengan pihak atau masyarakat terkait dilakukan untuk menghindari penggusuran.
Akan tetapi, penggusuran adalah hal yang mutlak untuk menanggulangi penduduk liar. Hal ini karenakan mereka sama sekali tidak membayar tanah. Dan lagi, mereka harus dipulangkan ke daerah asalnya, seperti transmigrasi

Untuk menganalisa permasalahan penggusuran yang terjadi di beberapa daerah di Jakarta, ada beberapa teori yang dapat digunakan, yaitu Teori Anomie milik R.K. Merton dan Teori Lower Class Culture (Teori Budaya Kelas Bawah) milik Walter B. Miller.
Dalam Teori Anomie milik R.K.Merton, ada 5 (lima) premis, yaitu :
a. Konformiti, yaitu masyarakat masih menerima nilai-nilai lama karena ada tekanan sosial.
b. Inovasi, yaitu masyarakat masih mengacu pada tujuan hidup yang ingin dicapai tetapi mengubah sarana untuk pencapaiannya.
c. Ritualisme, yaitu masyarakat menyesuaikan diri dengan cara baru untuk mencapai kesuksesan namun norma-norma lama tidak ditinggalkan.
d. Retreatism (Penarikan diri), yaitu masyarakat lepas pada kebudayaan dan melampiaskan diri pada ilusi (mabuk, narkoba).
e. Rebellion (Pemberontakan), yaitu masyarakat ingin mengubah sistem tetapi tidak punya kemampuan.
Sedangkan dalam Teori Budaya Kelas Bawah, terdapat 6 (enam) premis, yaitu :
a. Trouble (kesulitan), yaitu orang yang tinggal di daerah kumuh gemar mencari gara-gara atau keributan.
b. Toughness (kenekatan/ketangguhan), yaitu orang yang tinggal di daerah kumuh sifatnya nekat (umumnya ditandai dengan simbol-simbol pada badannya, misalnya tato).
c. Smartness (kecerdikan/kelicikan), yaitu penghuni daerah kumuh berusaha untuk menipu dan tidak tertipu.
d. Excitement (kegembiraan yang berlebihan), yaitu penghuni daerah kumuh sangat konsumtif (mabuk-mabukan, prostitusi, dsb).
e. Fate (nasib), penghuni daerah kumuh merasa sudah ditakdirkan seperti itu (bergelut dengan kekerasan/kejahatan), tidak ada usaha untuk merubah.
f. Autonomy (kemandirian), yaitu orang yang tinggal di daerah kumuh cenderung tidak mau diganggu dan mengganggu orang lain.

  Contoh Kasus:
Kasus penggusuran yang terjadi di beberapa daerah di Ibukota Jakarta, seperti pada Pedagang  Kaki Lima (PKL) Pasar Minggu Jakarta Selatan menimbulkan korban dan kerugian bagi masyarakat yang berdagang di lokasi-lokasi penggusuran tersebut. Pasar minggu Jakarta selatan beraktifitas pada pagi jam 08.00-12.00 perdagangan dipegang oleh toko dan pasar swalayan Robinson dan Ramayana. Kemudian setelah jam 12.00 sampai jam 19.00 wib digunakan oleh pedagang buah-buahan dan juga pakaian di sepanjang jalan dari kecematan pasar minggu sampai pertigaan pasar minggu. Lapak berderet dijalanan dan juga berbagai tempat lowong didepan robinson dan juga Ramayana. Akses jalan yang tidak mencukupi bagi pengunjung pasar mengakibatkan pasar melebar ke jalan-jalan.  Hal ini memicu kemacetan dan kesemrawutan. Khususnya di daerah sekitar stasiun Pasar Minggu yang tak luput dari penggusuran. Pasar minggu adalah pasar strategis bagi warga luar Jakarta yang bekerja di berbagai tempat di Ibukota Jakarta. Macetnya jalanan pasar minggu kala pagi dan sore terkhusus dari pancoran sampai perlintasan kereta api telah menjadi hal yang biasa terjadi. Bila dahulu sebelum penggususan kita menemukan PKL berjejeran di sekitar jalan, namun sekarang masyarakat mesti berjalan masuk dalam pasar untuk mendapatkan berbagai keperluan. Saat ini pedagang buah tidak bisa menjajal dagangannya ditrotoar pasar minggu

ANALISIS

Kasus diatas menjelaskan betapa banyaknya etika bisnis yang harus diperhatikan demi keberlangsungan usaha. . Penggusuran PKL di trotoar-trotoar dalam satu sisi merupakan upaya untuk memperoleh hak pejalan kaki untuk dapat berjalan di trotoar dengan nyaman. Namun, di sisi lain para PKL juga memiliki hak untuk berjualan demi memperoleh keuntungan. Dengan demikian, dalam teori hak ini setiap pihak selalu harus dihormati sebagai suatu tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata sebagai saran demi tercapainya tujuan lain. Perilaku PKL diatas yang menggunakan fasilitas umum sebagai tempat usaha, tanpa memeperhatikan dampak buruk bagi masyarakat, seperti kemacetan maupun mengganggu keindahan pemandangan disekitar. Hal ini perlu ditindak lanjuti agar tidak menimbulkan dampak negative dalam jangka waktu yang lama. Maka dari itu pemerintah turun tangan dalam melakukan penggusuran terhadap PKL yang melanggar maupun mengganggu ketertiban umum. Hal yang dilakukan pemerintah sudah benar, niatnya pun baik agar masyarakat tidak terganggu oleh pedagang yang berjualan sembarangan. Selain itu pemerintah sudah memeberikan alternative lain bagi PKL yang  terkena gusuran, yaitu mereka dapat berdagang di tempat yang sudah disediakan oleh pemerintah dengan kesepakatan tertentu. Namun ada saja PKL yang tidak bisa menerima hal ini, karena mereka sudah merasa tempat yang dahulu sangat strategis. Mereka tidak menyadari bahwa yang mereka lakukan itu telah melanggar etika bisnis. Tidak hanya dalam kaidah etika bisnis, dalam etika sehari-hari pun seseorang tidak boleh membawa dampak buruk bagi masyarakat sekitarnya, begitu juga dalam etika bisnis. Suatu usaha tidak boleh membawa dampak buruk bagi masyarakat banyak.

REFERENSI