1.
Kasus Koperasi Simpan
Pinjam
JAKARTA—Kasus gagal bayar yang menimpa Koperasi Cipaganti Karya Guna
Persada, turut berimbas kepada PT Cipaganti Citra Graha Tbk. (CPGT) yang
terpaksa menunda ekspansi.
Direktur Cipaganti Robertus Setiawan mengatakan fasilitas pinjaman dari
beberapa kreditur PT Cipaganti Citra Graha Tbk. (CPGT) senilai lebih dari Rp150
miliar kini dibekukan.
“Dengan adanya kejadian yang menimpa Koperasi, pihak perbankan
membekukan fasilitas kredit kami yang keseluruhannya di atas Rp150 miliar. Ini
sudah terjadi, bukan lagi ancaman,” ujarnya dalam paparan publik insidentil,
Senin (21/7/2014).
Sekretaris Perusahaan Cipaganti Toto Moeljono mengatakan fasilitas pinjaman
yang dibekukan itu adalah fasilitas jangka panjang, yang biasanya digunakan
untuk peremajaan armada atau pembelian sejumlah armada baru.
“Sementara ini kami tidak bisa menambah armada baru. Kalau untuk peremajaan
mungkin masih bisa dilakukan bertahap. Tapi kami tidak bisa lagi mengharapkan
bantuan dari lembaga keuangan. Mereka masih menahan fasilitas yang ada,”
jelasnya.
Namun Toto enggan merinci berapa tambahan armada bus yang direncanakan.
Yang jelas, meski Koperasi dan Cipaganti merupakan dua entitas yang berbeda,
pihak kreditur Cipaganti jadi ikut mempertanyakan kondisi yang ada di
Cipaganti.
“Bahkan ada beberapa kreditur yang sudah mulai melakukan penarikan
jaminan yang ada,” ujarnya. Nasmun dia enggan merinci jaminan yang
dimaksud.
Robertus menambahkan selain pembekuan sejumlah pinjaman, beberapa vendor
juga mengubah sistem pembayaran dari yang semula masih boleh bayar secara
kredit, sekarang jadi harus tunai. Misalnya seperti keperluan pembayaran BBM
(bahan bakar minyak).
“Dulu kami bisa kerja sama dengan
beberapa SPBU menggunakanvoucher. Jadi
setelah 3 minggu, direkap, lalu mereka kirim tagihan dan kami bayar. Sekarang
kemudahan itu sudah tidak ada lagi, sekarang kami harus bayar tunai,” jelas
Robertus.
Manajemen Cipaganti menegaskan bahwa CPGT dan Koperasi merupakan dua
entitas yang memiliki badan hukum dan bisnis yang berbeda, namun berada dalam
satu payung Brand Cipaganti Group.
"Terdapat kesan Koperasi Cipaganti dan CPGT menjadi satu karena
sebagian besar pengurus Koperasi menjadi pengurus di CPGT, dan menggunakan nama
yang sama,” ujar Toto.
Cara
Penyelesaiannya :
Menurut saya Grup Cipaganti harus membentuk perusahaan baru untuk
menampung aset milik Andianto Setiabudi, salah satu tersangka kasus dugaan
penipuan dana nasabah Koperasi Cipaganti Karya Guna. Dilakukan juga musyawarah
untuk mencapai mufakat dengan cara pemungutan suara kepada kreditus, dimana
terdapat dua opsi, yaitu suara yang menyetujui perdamaian dan suara yang
menolak perdamaian. Dan untuk tiga petinggi grup Cipaganti ,yaitu Direktur
Utama PT Cipaganti Citra Graha Tbk, Andianto Setiabudi, Komisaris Utama Julia
Sri Redjeki dan Komisaris perseroan Yulinda Thendrawati telah ditetapkan
sebagai tersangka atas kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana nasabah
Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, diharapkan dapat mengembalikan dana
kreditur(dari pihak tersangka maupun pihak Grup Cipaganti) yang telah
digelapkan, baik secara tunai maupun dalam jangka tertentu atau dicicil agar
pihak nasabah tidak dirugikan secara materil dan mereka pun diberi hukuman yang
setimpal agar jera.
2.
Nuansa Pelangi
Indonesia
BANJARNEGARA – Macetnya dana masyarakat yang dihimpun Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) Nuansa Pelangi Indonesia (NPI) Banjarnegara, mendapat perhatian
Polres Banjarnegara. Untuk mengusut itu, Polres membentuk tim khusus. Hingga
kemarin, tim menemukan 47.926 rekening milik nasabah.
Rekening tersebut meliputi deposito investasi berjangka, tabungan
menjelang hari raya (tamara) dan tabungan harian sigap.
Kapolres Banjarnegara AKBP Sutekad Muji Raharjo melalui Kasat Reskrim
AKP A Sambodo kepada para wartawan Senin (3/3), mengatakan, dari hasil
pemeriksaan sementara terhadap Ketua Koperasi NPI, Ahmad Hidayatulloh, koperasi
tersebut menghimpun dana masyarakat senilai Rp 20,469 miliar lebih.
Diperoleh informasi, jumlah dana tersebut diperoleh penyidik dari
hardisk komputer yang disita sebagai barang bukti. Sedangkan data jumlah kredit
yang disalurkan, hingga kini masih dicari oleh penyidik. Menurut Sambodo,
kemungkinan jumlah tersangka masih bisa bertambah.
“Kami masih terus menggali keterangan dari saksi-saksi, termasuk
beberapa kepala kantor unit dan pegawainya,” katanya sambil menambahkan,
kemungkinan di antara mereka ada yang bisa diseret jadi tersangka.
Kelima kepala kantor unit koperasi tersebut, masing-masing unit
Banjarnegara, Purworeja Klampok, Sigaluh, Banjarmangu dan Rakit.
Bentuk Tim
Lebih jauh Sambodo mengatakan, untuk mengungkap kasus ini pihaknya
membentuk tim khusus yang terdiri dari beberapa unit.
Selain itu, pihaknya juga akan mendatangkan beberapa pakar untuk
dimintai keterangannya. Ketiga orang yang akan dijadikan saksi ahli berasal
dari Bank Indonesia (BI), pakar ekonomi Unsoed dan Dinas Koperasi (Dinas Industri,
Perdagangan dan Koperasi).
“Rencananya Kamis (6/3) besok, undangan sudah kami kirimkan,” kata
Sambodo. Seperti diberitakan sebelumnya, ribuan nasabah koperasi simpan pinjam
NPI Banjarnegara resah akibat tak dapat menarik kembali uang milik mereka.
Ketua KSP NPI Ahmad Hidayatulloh ditahan dengan tuduhan melanggar
Undang-Undang Perbankan dan melakukan penipuan. Ia ditahan sejak Rabu pekan
lalu (26/2).
Penyidik Polres menjerat tersangka Ahmad Hidayatulloh dengan beberapa
pasal Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan juncto pasal 372 juncto pasal 378 KUHP tentang penipuan
dan penggelapan.
Awal beroperasinya NPI hanya melakukan simpan pinjam khusus untuk
kalangan anggota. Tapi sejak beberapa tahun terakhir, koperasi NPI juga
berpraktik layaknya bank, yaitu menghimun dana masyarakat dengan produk
deposito, tabungan dan kredit umum dengan tingkat suku bunga lebih tinggi
dibanding bank umum.
Bunga tabungan mencapai 3 persen/bulan, sedangkan bunga pinjaman 3
persen/bulan. Mulai pertengahan 2006 terjadi terjadi kredit macet lebih dari Rp
5 miliar. Sejak itu, nasabah mulai kesulitan mengambil uangnya.
Cara penyelesaian :
Kasus NPI ini
merupakan kasus yang disebabkan oleh kesalahan dalam memanage tabungan para
nasabah, karena nasabah yang mengharapkan tabungannya mendapat bunga malah
merasa tertipu karena kredit macet pada pertengahan 2006. Sebenarnya disini
Koperasi NPI ini tidak melakukan tindakan kriminal, namun adanya kesalahan
persepsi dari pihak nasabah karena pihak koperasi NPI telat mencairkan bunganya
atau bisa dikatakan adanya kredit macet. Menurut pendapat saya, koperasi
tersebut harus menstabilkan kredit macet dengan cara mengendalikan arus
kasnya,namun jika pihak dari koperasi NPI belum memecahkan masalah dari kredit
macet sebaiknya pihak tersebut berkonsultasi kepada Bank Indonesia ,pihak Bank
Indonesia pun dapat menjadi saksi ahli pada kasus tersebut.
3.
Kasus
Koperasi Serba Usaha (KSU) Binar Sejahtera
Puluhan nasabah Koperasi Serba
Usaha (KSU) Binar Sejahtera, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah (Jateng), menjadi
korban penipuan yang dilakukan ketua koperasi tersebut.
"Sudah empat tahun ini, sejumlah surat berharga milik kami, seperti Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan surat sertifikat tanah dilarikan oleh Kepala KSU Bina Sejahtera, Sularto Hadi Wibowo," kata salah satu korban penipuan Setyadi (43) di Sragen, Rabu (4/8/2010).
Dia mengatakan, surat-surat berharga tersebut merupakan jaminan atas pinjaman kredit yang dilakukan oleh para nasabah. Padahal, kata Setyadi, para korban telah melunasi uang pinjaman pada koperasi yang dikelola Sularto tersebut.
"Sebelumnya arogansi dari manajemen koperasi tersebut telah ditunjukkan dengan dilakukannya penyitaan pada benda-benda milik para nasabah, seperti televisi, jika terlambat membayar angsuran pelunasan pinjaman tersebut," kata Setyadi.
Senada dengan itu, seorang korban lainnya, Suwarti (50) mengatakan, akibat sertifikat tanahnya tidak segera dikembalikan oleh ketua koperasi tersebut, dirinya harus menunda kepentingan dirinya, seperti melakukan pinjaman lain.
"Akibat empat tahun surat-surat berharga milik nasabah tidak segera dikembalikan, banyak kepentingan para warga yang menjadi nasabah menjadi terkorbankan," kata dia.
Oleh karena itu, dia mengatakan, kalangan nasabah korban penipuan tersebut menuntut pengembalian surat-surat berharga milik para nasabah yang sebelumnya menjadi jaminan sesegera mungkin. Jika dalam batas waktu dua minggu tidak ada pengembalian dari pihak KSU Bina Sejahtera, lanjutnya, para nasabah akan melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian Resor Sragen.
Menurutnya, sikap para nasabah tersebut sudah lunak pada tindakan manajemen koperasi tersebut melalui penyelesaian masalah secara kekeluargaan. "Jika tidak ada respons pada cara lunak kami, kami akan menyelesaikannya secara hukum," kata Suwarti.
Sementara itu, Wakil Ketua Forum Masyarakat Sragen (Formas) Sri Wahono, yang membantu nasabah menyelesaikan masalah tersebut, mengatakan, pihaknya mendorong para nasabah agar menyelesaikan kasus yang menimbulkan kerugian para nasabah sekitar puluhan juta rupiah tersebut secara kekeluargaan.
"Saat ini kami mencoba untuk mempertemukan para korban dengan pihak manajemen KSU Bina Sejahtera yang selama ini susah ditemui para nasabah," kata dia.
Jika memang tidak ada itikad baik dari pihak koperasi, kata Sri Wahono, pihaknya dan para nasabah akan melaporkan Sularto yang sebelumnya juga pernah tersangkut kasus yang sama ke Polres Sragen.
"Sudah empat tahun ini, sejumlah surat berharga milik kami, seperti Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan surat sertifikat tanah dilarikan oleh Kepala KSU Bina Sejahtera, Sularto Hadi Wibowo," kata salah satu korban penipuan Setyadi (43) di Sragen, Rabu (4/8/2010).
Dia mengatakan, surat-surat berharga tersebut merupakan jaminan atas pinjaman kredit yang dilakukan oleh para nasabah. Padahal, kata Setyadi, para korban telah melunasi uang pinjaman pada koperasi yang dikelola Sularto tersebut.
"Sebelumnya arogansi dari manajemen koperasi tersebut telah ditunjukkan dengan dilakukannya penyitaan pada benda-benda milik para nasabah, seperti televisi, jika terlambat membayar angsuran pelunasan pinjaman tersebut," kata Setyadi.
Senada dengan itu, seorang korban lainnya, Suwarti (50) mengatakan, akibat sertifikat tanahnya tidak segera dikembalikan oleh ketua koperasi tersebut, dirinya harus menunda kepentingan dirinya, seperti melakukan pinjaman lain.
"Akibat empat tahun surat-surat berharga milik nasabah tidak segera dikembalikan, banyak kepentingan para warga yang menjadi nasabah menjadi terkorbankan," kata dia.
Oleh karena itu, dia mengatakan, kalangan nasabah korban penipuan tersebut menuntut pengembalian surat-surat berharga milik para nasabah yang sebelumnya menjadi jaminan sesegera mungkin. Jika dalam batas waktu dua minggu tidak ada pengembalian dari pihak KSU Bina Sejahtera, lanjutnya, para nasabah akan melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian Resor Sragen.
Menurutnya, sikap para nasabah tersebut sudah lunak pada tindakan manajemen koperasi tersebut melalui penyelesaian masalah secara kekeluargaan. "Jika tidak ada respons pada cara lunak kami, kami akan menyelesaikannya secara hukum," kata Suwarti.
Sementara itu, Wakil Ketua Forum Masyarakat Sragen (Formas) Sri Wahono, yang membantu nasabah menyelesaikan masalah tersebut, mengatakan, pihaknya mendorong para nasabah agar menyelesaikan kasus yang menimbulkan kerugian para nasabah sekitar puluhan juta rupiah tersebut secara kekeluargaan.
"Saat ini kami mencoba untuk mempertemukan para korban dengan pihak manajemen KSU Bina Sejahtera yang selama ini susah ditemui para nasabah," kata dia.
Jika memang tidak ada itikad baik dari pihak koperasi, kata Sri Wahono, pihaknya dan para nasabah akan melaporkan Sularto yang sebelumnya juga pernah tersangkut kasus yang sama ke Polres Sragen.
Cara Penyelesaiannya :
Pendapat saya
mengenai kasus ini merupakan kasus yang sangat merugikan para anggota , karena
pengurus koperasi tidak mau mengembalikan barang jaminan pinjaman anggota sedangkan
pinjaman anggota sudah dikembalikan. Kasus ini termasuk pada kasus yang silut
karena dari pihak koperasi harus bertanggung jawab dalam pengembalian jaminan
pinjaman para anggota. Sebaiknya diadakan pertemuan antara pihak pengurus
dengan para anggota agar menemukan titik terang dalam permasalahan ini. Namun
sesuai dengan asas koperasi yaitu asas kekeluargaan, para anggota memberi waktu
selama 2 minggu kepada pengurus koperasi. Ada baiknya jika tidak ada itikad
baik dari pihak pengurus,barulah dilaporkan kepada pihak berwajib dan segera
dituntaskan seadil-adilnya.
Sumber :