NPM : 10213752
Kelas : 2EA17
Peran
Koperasi dalam Bidang Ekonomi
Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat
dilihat dari:
(1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di
berbagai sektor,
(2) penyedia lapangan kerja yang terbesar,
(3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan
pemberdayaan masyarakat,
(4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta
(5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui
kegiatan ekspor. Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat
strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan
ekonomi nasional pada masa mendatang.
Peran Koperasi dalam Bidang Pendidikan
Di bidang Pendidikan.Koperasi dapat dijadikan pembelajaran bagi
siswa sekolah.Praktik hidup bermasyarakat dapat dipelajari di dalam Koperasi
yang merupakan bagian kecil dari kehidupan bermasyarakat di negara demokrasi
ini.
Peranan Koperasi dalam Bidang Sosial
- Mendidik para anggotanya untuk memiliki
semangat kerja sama dalam membangun tatanan
sosial masyarakat yang lebih baik
– Mendrong terwujudnya suatu tatanan sosial yang bersifat demokratis, melindungi hak dan
kewajiban setiap orang
– Mendorong terwujudnya suatu kehidupan masyarakat yang tentram dan damai.
sosial masyarakat yang lebih baik
– Mendrong terwujudnya suatu tatanan sosial yang bersifat demokratis, melindungi hak dan
kewajiban setiap orang
– Mendorong terwujudnya suatu kehidupan masyarakat yang tentram dan damai.
Perkembangan Koperasi Secara Menyeluruh
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang
menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark,
Skotlandia.
Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut
oleh William King (1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di
Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang
bernama The
Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis
tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.
Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya.Di Jerman, juga berdiri koperasi yang
menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan Inggris.
Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen, dan
Schulze Delitchi Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi produksi yang
mengutamakan kualitas barang. Di Denmark Pastor Christiansone mendirikan
koperasi pertanian.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang
selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi
di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup
kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai
dengan iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di
Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam maka selanjutnya tumbuh pula
koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan
dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang
untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan
usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk
koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini
mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan
terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi
bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan
barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan
sebagainya.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria
Wiriatmadja patih di Purwokerto Tahun 1896, mendirikan koperasi yang bergerak
dibidang simpan pinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di
samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid
yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh,
maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang
sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf
Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti
ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi
simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam
untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti memulai ia
mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria
Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpan pinjam yang dapat berkembang
ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari
zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908
menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula
Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang
bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko koperasi.
Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan
kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda.
Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam
kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan
koperasi.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy�ari Tebuireng Jombang
mendirikan koperasi yang dinamakan Syirkatul Inan atau disingkat (SKN) yang
beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim
Asy �ari. Sekretaris I dan II
adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab
Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh
5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan
periode nahdlatuttijar . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan
diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan
persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan
sangat memberatkan persyarat berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis
peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan
koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka
pada tahun 1920 dibentuk suatu �Komisi
Koperasi� yang dipimpin oleh DR.
J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk
Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk bumi
putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan.
Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ). Berkaitan dengan
masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan
Indonsische Studieclub. Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan
melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan
serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir.
Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi.
Keputusan kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan
kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di
seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan
pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi
DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin Komisi Koperasi 1920
ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama. Atas dasar catatan
sejarah, terjadilah perkembangan koperasi.
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan
Peraturan Perkoperasian dalam berntuk Gouvernmentsbesluit no.21 yang
termuat di dalam Staatsblad no. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit
no. 431 tahun 1915. Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi
orang-orang Eropa dan golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada
waktu itu berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun
1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan Perkoperasian
tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing.
Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya
untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di
lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah dapat memelopori dan
bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk mendirikan dan mengembangkan
koperasi. Berbagai koperasi dibidang produksi mulai tumbuh dan berkembang
antara lain koperasi batik yang diperlopori oleh H. Zarkasi, H. Samanhudi dan
K.H. Idris. Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun
1930 menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat.
Jikalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun
1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak
7.848 orang kemudian berkembang menjadi 52.555 orang. Sedang kegiatannya dari
574 koperasi tersebut diantaranya 423 koperasi (77%) adalah koperasi yang
bergerak dibidang simpan-pinjam sedangkan selebihnya adalah kopersi jenis
konsumsi ataupun produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut diantaranya
19 buah adalah koperasi lumbung. Adapun data perkembangan koperasi dari tahun
de tahun.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih
dikenal menjadi istilah Kumiai. Pemerintahan bala tentara Jepang di di
Indonesia menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum
serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara
waktu, asal saja tidak bertentangandengan Peraturan Pemerintah Militer.
Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan Perkoperasian tahun 1927
masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang No. 23 dari
Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia mengatur tentang pendirian
perkumpulan dan penmyelenggaraan persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan
tersebut , maka jikalau masyarakat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi
harus mendapat izin Residen
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah
banyak koperasi lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh bekerja
lagi sebelum mendapat izin baru dari Scuchokan. Undang-undang ini pada
hakekatnya bermaksud mengawasi perkumpulan-perkumpulan dari segi kepolisian.
Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang
dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran Kumiai
(koperasi). Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas
menganjurkan berdirinya Kumiai di desa-desa yang tujuannya untuk melakukan
kegiatan distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin kurang karena
situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya gula pasir, minyak
tanah, beras, rokok dan sebagainya). Di lain pihak Pemerintah pendudukan bala
tentara Jepang memerlukan barang-barang yang dinilai penting untuk dikirim ke
Jepang (misalnya biji jarak, hasil-hasil bumi yang lain, besi tua dan
sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar menyetorkannya melalui Kumiai.
Kumiai (koperasi) dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara
Jepang sejalan dengan kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan
pada zaman Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat
merugikan bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya.
Gerakan koperasi di Indonesia yang lahir pada akhir abad 19
dalam suasana sebagai Negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yang
menguntungkan bagi pertumbuhannya. Baru kemudian setelah Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di dalam
UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang Founding Father Republik
Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam konstitusi. Sejak
kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yang
lebih baik. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas
kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Di dalam pasal 33 UUd 1945 tersebut
diatur pula di samping koperasi, juga peranan daripada Badan Usaha Milik Negara
dan Badan Usaha Milik Swasta.
Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran
koperasi dan tercatat sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia bertindak aktif dalam pengembangan perkoperasian.
Disamping menganjurkan berdirinya berbagai jenis koperasi Pemerintah RI
berusaha memperluas dan menyebarkan pengetahuantentang koperasi dengan jalan mengadakan
kursus-kursus koperasi di berbagai tempat. Pada tanggal 12 Juli 1947
diselenggarakan kongres koperasi se Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam
kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi
Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli
sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di
kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya
semakin pesat. Tetapi dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak
Belanda terhadap Republik Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun
1948 banyak merugikan terhadap gerakan koperasi. Pada tahun 1949 diterbitkan
Peraturan Perkoperasian yang dimuat di dalam Staatsblad No. 179. Peraturan ini
dikeluarkan pada waktu Pemerintah Federal Belanda menguasai sebagian wilayah
Indonesia yang isinya hamper sama dengan Peraturan Koperasi yang dimuat di
dalam Staatsblad No. 91 tahun 1927, dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang
sesuai dengan keadaan Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti
bagi perkembangan koperasi. Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk
mengembangkan perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan di muka Dewan
Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan program
Untuk kepentingan pembangunan dalam lapangan perekonomian rakyat
perlu pula diperluas dan dipergiat gerakan koperasi yang harus disesuaikan
dengan semangat gotong royong yang spesifik di Indonesia dan besar artinya
dalam usaha menggerakkan rasa percaya pada diri sendiri di kalangan rakyat. Di
samping itu Pemerintah hendak menyokong usaha itu dengan memperbaiki dan
memperluas perkreditan, yang terpenting antara lain dengan pemberian modal
kepada badan-badan perkreditan desa seperti Lumbung dan Bank Desa, yang
sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk koperasi. Sejalan dengan kebijaksanaan
Pemerintah sebagaimana tersebut di atas, koperasi makin berkembang dari tahun
ketahun baik organisasi maupun usahanya.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953
dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya
antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI)
menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu mewajibkan DKI membentuk
Lembaga Pendidikan Koperasi dan mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di
Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah penyampaian saran-saran kepada
Pemerintah untuk segera diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta
mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Pada tahun 1956 tanggal
1 sampai 5 September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta.
Keputusan KOngres di samping hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia
dengan International Cooperative Alliance (ICA). Pada tahun 1958 diterbitkan
Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di
dalam Tambahan Lembar Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam
suasana Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27
Oktober 1958. Isinya lebih biak dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan
peraturan-peraturan koperasi sebelumnya dan merupakan Undang-Undang yang
pertama tentang perkoperasian yang disusun oleh Bangsa Indonesia sendiri dalam
suasana kemerdekaan.
Dalam tahun 1959 terjadi suatu peristiwa yang sangat penting
dalam sejarah bangsa Indonesia. Setelah Konstituante tidak dapat menyelesaikan
tugas menyusun Undang-Undang Dasar Baru pada waktunya, maka pada tanggal 15
Juli 1959 Presiden Soekarno yang juga selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang
mengucapkan Dekrit Presiden yang memuat keputusan dan salahsatu daripadanya
ialah menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh Tanah Tumpah Darah Indonesia, terhitung mulai dari tanggal
penetapan dekrit dan tidak berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Sementara.
Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno mengucapkan pidato kenegaraan
yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita, atau lebih dikenal dengan
Manifesto politik (Manipol). Dalam pidato itu diuraikan berbagai persoalan
pokok dan program umum Revolusi Indonesia yang bersifat menyeluruh. Berdasarkan
Ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960 pidato itu ditetapkan sebagai Garis-garisBesar
Haluan Negara RI dan pedoman resmi dalam perjuangan menyelesaikan revolusi.
Dampak Dekrit Presiden dan Manipol terhadap Undang-Undang No. 79 Tahun 1958
tentang Perkumpulan Koperasi adalah undang-undang yang belum berumur panjang
itu telah kehilangan dasar dan tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UUD
1945 dan Manipol. Karenanya untuk mengatasi keadaan itu maka di samping
Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dikeluarkan pula
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi
(dimuat dalam Tambahan aLembaran Negara No. 1907). Peratuarn ini dibuat sebagai
peraturan pelaksanaan dari Undang- Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan
Koperasi dan merupakan penyempurnaan dari hal-hal yang belum diatur dalam
Undang-Undang tersebut. Peraturan itu membawa konsep pengembangan koperasi
secara massal dan seragam dan dikeluarkan berdasarkan pertimbanganpertimbangan.
Pada saat mulai dikemukakan ide pengaturan
ekonomi dengan prinsip Demokrasi dan Ekoomi Terpimpin. Undang-undang No. 79
tahun 1958 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi. Peraturan ini membawa konsep
pengembangan koperasi secara massal dan seragam.
Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional KOperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Langkah-langkah mempolitikankan (verpolitisering) koperasi mulai nampak. Dewan Koperasi Indonesia diganti dengan Kesatuan Organisasi KOperasi Seluruh Indonesia (KOKSI) yang bukan semata-mata organisasi koperasi sendiri malainkan organisasi koperasi-koperasi yang dipimpin oleh Pemerintah, dimasa Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (Trasnkopenda) menjadi Ketuanya (Team UGM, 1984, h.143-144). Sebagai puncak pengukuhan hokum dari uapaya mempolitikkan (verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi terpimpin yakni di terbitkannya UUNo.14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang dimuat didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960.
Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional KOperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Langkah-langkah mempolitikankan (verpolitisering) koperasi mulai nampak. Dewan Koperasi Indonesia diganti dengan Kesatuan Organisasi KOperasi Seluruh Indonesia (KOKSI) yang bukan semata-mata organisasi koperasi sendiri malainkan organisasi koperasi-koperasi yang dipimpin oleh Pemerintah, dimasa Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (Trasnkopenda) menjadi Ketuanya (Team UGM, 1984, h.143-144). Sebagai puncak pengukuhan hokum dari uapaya mempolitikkan (verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi terpimpin yakni di terbitkannya UUNo.14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang dimuat didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960.
http://ameawatie.blogspot.com/2012/11/peranan-koperasi-dalam-pembangunan.html
Kunjungi juga ya...
http://Studentsite.gunadarma.ac.id
http://www.gunadarma.ac.id
Kunjungi juga ya...
http://Studentsite.gunadarma.ac.id
http://www.gunadarma.ac.id